Senin, 30 Mei 2011

PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI

Nama : Kartika Utami
Kelas : 4 EB05
Tugas Softskill Akuntansi Internasional

PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI
Pinjaman dan Hibah luar negeri masih diperlukan karena negara masih belum mampu membiayai pembangunan dengan sumber dari dalam negeri.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 menyebutkan bahwa pemerintah masih memerlukan pinjaman luar negeri namun diupayakan mengurangi secara bertahap sehingga menurun setiap tahunnya.
Sumber Pembiayaan Bantuan Luar Negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
o Consultative Groups on Indonesia (CGI)
 Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI, seperti Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan lain-lain, melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan untuk mengelola/ melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian bantuan luar negeri tersebut kepada negara peminjam. Sebagai contoh, Jepang dengan JBIC (Japan Bank for International Cooperation).
 Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI, seperti Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan lain-lain, melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan untuk mengelola/ melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian bantuan luar negeri tersebut kepada negara peminjam. Sebagai contoh, Jepang dengan JBIC (Japan Bank for International Cooperation).
o Non CGI terdiri:
 Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari suatu badan yang dibentuk oleh negara pemberi bantuan seperti SFD (Saudi Fund for Development) dan KFAED (Kuwait Fund for Arab Economic Development).
 Bantuan multilateral, yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari lembaga/badan keuangan internasional dimana Indonesia termasuk anggotanya seperti IDB (Islamic Development Bank).
o Pinjaman/hibah lainnya seperti dari PBB, UNDP, US-Exim Bank, Japan Exim Bank dan KFW (Jerman).
MEKANISME PENARIKAN DANA DAN HIBAH LUAR NEGERI
Penarikan atau pencairan pinjaman/ hibah luar negeri dapat melalui tahapan sebagai berikut:
 Penarikan melalui Pembayaran Langsung (Direct Payment)
Penarikan dana pinjaman/hibah dilakukan secara langsung dengan aplikasi yang dibuat oleh proyek melalui Direktorat Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan. Dana tersebut ditransfer langsung oleh pemberi pinjaman/hibah ke rekening rekanan yang berhak menerimanya.
 Penarikan melalui Rekening Khusus (Special Account)
Penarikan dana pinjaman/hibah melalui rekening khusus dikembangkan dalam upaya membantu pemerintah untuk mempercepat penyerapan dana pinjaman/hibah. Rekening khusus merupakan revolving account dimana pemberi pinjaman/hibah melakukan pembayaran dimuka (initial deposit) ke rekening khusus di Bank Indonesia. Pembayaran berikutnya (replenishment) oleh pemberi pinjaman/hibah dilakukan berdasarkan aplikasi yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan atas sejumlah penarikan dana rekening khusus.
Aplikasi yang diajukan oleh DJA ini bisa berbentuk:
 Statement of Expenditures (SOE) yaitu aplikasi untuk jumlah pengeluaran atas rekening khusus yang relatif kecil dan tidak memerlukan persetujuan pemberi pinjaman terlebih dahulu (tanpa No Objection Letter). Aplikasi atas pengeluaran tersebut tidak perlu disertai dengan dokumen pendukung.
 Aplikasi atas pengeluaran rekening khusus yang memerlukan No Objection Letter (NOL). Aplikasi ini harus disertai dengan dokumen pendukung yang memadai (fully documented).
 Penarikan dengan Pembukaan Letter of Credit (L/C) Bank Indonesia
Penarikan dana pinjaman/hibah dengan pembukaan L/C Bank Indonesia digunakan dalam pengadaan barang impor. Berdasarkan L/C dari BI, Letter of Commitment, dan dokumen realisasi L/C, Bank Koresponden melaksanakan pembayaran kepada rekanan yang selanjutnya melakukan penagihan kepada pemberi pinjaman/hibah. Debit advice atas pembayaran oleh pemberi pinjaman/hibah kepada Bank Koresponden dikirimkan ke BI sebagai dasar untuk penerbitan Nota Disposisi L/C dan Nota Perhitungan. Atas dasar nota-nota ini DJA menerbitkan SPM Pengesahan (SPMP).
 Penarikan dengan Cara Penggantian Pembiayaan Pendahuluan.
Berdasarkan Surat Permintaan Pembiayaan Pendahuluan (SP3) dari Pemimpin Proyek/Pejabat yang berwenang, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) menerbitkan SPM Pembiayaan Pendahuluan (SPM-PP) atas beban rekening Bendahara Umum Negara (BUN). Selanjutnya DJA mengajukan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada pemberi pinjaman/hibah dengan dilampiri SPM-PP dan dokumen pendukung lainnya yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman/hibah.
Salah satu masalah strategis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah masalah utang luar negeri. Indonesia adalah negara pengutang terbesar Bank Pembangunan Asia (ADB) dengan nilai pinjaman selama 1999-2005 mencapai US$ 20,7 miliar atau sekitar Rp 186,3 triliun. Dari jumlah itu, utang yang belum dibayar sebesar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 99 triliun. Selain utang kepada ADB Indonesia juga memiliki utang yang tidak kalah besarnya kepada JBIC, yang saat ini mencapai US$ 700 juta atau sekitar Rp 6,37 triliun.
Jika kita perhatikan lebih seksama dan mendalam, adanya utang yang sangat besar tersebut merupakan suatu ancaman terhadap stabilitas ekonomi bangsa Indonesia jika tidak dikelola dengan baik. Dengan adanya utang tersebut bangsa Indonesia memiliki ketergantungan ekonomi terhadap bangsa lain, belum lagi penambahan bunga yang harus disertai pada saat pelunasan utang akan semakin mencekik perekonomian bangsa Indonesia. Lalu bagaimana kita sebaiknya menyikapi kasus diatas?
Ada beberapa implikasi yang harus di pertimbangkan pemerintah dalam menyikapi tawaran utang dari pemerintah Korea Selatan Tersebut, yaitu:
1. Aspek Ekonomi
Akan menimbulkan suatu ketergantungan ekonomi terhadap negara lain, sehingga secara tidak langsung akan menurunkan produktivitas ekonomi dalam negeri.
1. Aspek Politik
Adanya ketergantungan ekonomi terhadap negara lain akan membuka celah bagi subversi asing, dalam hal ini adalah pengaruh negara pemberi utang terhadap kebijakan ekonomi nasional
1. Aspek SosBud
Kecenderungan untuk bergantung pada utang luar negeri akan menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi sosial budaya bangsa Indonesia yaitu akan terciptanya karakter masyarakat Indonesia yang tidak mandiri dan sangat tergantung pada bangsa lain
1. Aspek Hankam
Kemungkinan adanya kepentingan Asing dibalik tawaran pinjaman utang tersebut perlu diwaspadai, seperti usaha untuk menciptakan ketergantungan pada bangsa Indonesia terhadap negara pemberi pinjaman sehingga negara pemberi pinjaman akan lebih mudah mengendalikan bangsa Indonesia agar tidak menyimpang dari kepentingannya.
Dalam hal ini adanya keterlibatan pemerintah dalam negeri sangatlah penting. Pengelolaan yang tidak terawasi dan tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya akan membuat pinjaman utang tersebut tidak akan memberikan pembangunan ekonomi yang berarti. Dengan kata lain pinjaman utang tersebut tidak akan menghasilkan uang yang lebih besar untuk melunasinya.
Saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami kondisi perekonomian yang cukup kondusif terbukti dengan adanya cadangan devisa Indonesia yang cukup kuat, yaitu mencapai US$ 42,2 miliar dan diprediksi akan mencapai US$ 43 miliar pada akhir tahun. Dengan demikian salah satu utang Indonesai, yaitu kepada IMF akan dapat dilunasi pada akhir 2006 ini. Juni lalu, BI telah membayar setengah utang kepada IMF sebesar US$ 3,7 miliar, dan sisa utang US$ 3,74 miliar atau sekitar Rp 33,66 triliun diperkirakan akan dibayarkan kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada akhir 2006 ini. Percepatan pembayaran utang ini berdampak positif bagi Indonesia dengan mengurangi beban pembayaran bunga di masa mendatang sebesar US$ 0,6 Miliar atau sekitar Rp 5,4 triliun. Selain itu, citra Indonesia juga semakin baik.
Apakah pemerintah harus menerima pinjaman dari pemerintah Korea Selatan tersebut, yang tentu saja akan menambah ”daftar utang” yang harus dilunasi bangsa Indonesia di masa mendatang. Menyikapi hal tersebut pemerintah tidak boleh gegabah, memang secara umum bantuan luar negeri memberikan tambahan daya beli dan secara otomatis akan memungkinkan adanya kenaikan investasi, impor kapital dan konsumsi, namun demikian bantuan tersebut belum tentu meningkatkan kemampuan ekonomi bangsa untuk dapat mandiri pada standar hidup yang lebih tinggi. Banyak negara yang menerima bantuan justru mengalami penurunan produktivitas karena terlalu mengandalkan bantuan tersebut. Hal itu bahkan sudah pernah dialami oleh bangsa Indonesia. Indonesia yang pada waktu lalu mampu mengekspor beras justru mengalami penurunan produktivitas setelah mengandalkan pembangunan ekonomi pada pinjaman luar negeri.
Saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami kondisi perekonomian yang cukup kondusif terbukti dengan adanya cadangan devisa Indonesia yang cukup kuat, yaitu mencapai US$ 42,2 miliar dan diprediksi akan mencapai US$ 43 miliar pada akhir tahun. Dengan demikian salah satu utang Indonesai, yaitu kepada IMF akan dapat dilunasi pada akhir 2006 ini. Juni lalu, BI telah membayar setengah utang kepada IMF sebesar US$ 3,7 miliar, dan sisa utang US$ 3,74 miliar atau sekitar Rp 33,66 triliun diperkirakan akan dibayarkan kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada akhir 2006 ini. Percepatan pembayaran utang ini berdampak positif bagi Indonesia dengan mengurangi beban pembayaran bunga di masa mendatang sebesar US$ 0,6 Miliar atau sekitar Rp 5,4 triliun. Selain itu, citra Indonesia juga semakin baik.
Apakah pemerintah harus menerima pinjaman dari pemerintah Korea Selatan tersebut, yang tentu saja akan menambah ”daftar utang” yang harus dilunasi bangsa Indonesia di masa mendatang. Menyikapi hal tersebut pemerintah tidak boleh gegabah, memang secara umum bantuan luar negeri memberikan tambahan daya beli dan secara otomatis akan memungkinkan adanya kenaikan investasi, impor kapital dan konsumsi, namun demikian bantuan tersebut belum tentu meningkatkan kemampuan ekonomi bangsa untuk dapat mandiri pada standar hidup yang lebih tinggi. Banyak negara yang menerima bantuan justru mengalami penurunan produktivitas karena terlalu mengandalkan bantuan tersebut. Hal itu bahkan sudah pernah dialami oleh bangsa Indonesia. Indonesia yang pada waktu lalu mampu mengekspor beras justru mengalami penurunan produktivitas setelah mengandalkan pembangunan ekonomi pada pinjaman luar negeri.
Solusinya jika pemerintah akan menerima tawaran utang tersebut maka harus mempertimbangkan suku bunga, periode pembayaran, dan kesiapan pembiayaan proyek secara teknis dengan matang dan menindaklanjuti tawaran utang itu dalam term condition yang menarik dan menguntungkan Indonesia. Namun jika pemerintah tidak dapat melakukan hal tersebut maka sebaiknya utang tersebut di tolak karena hanya akan menambah krisis ekonomi di dalam tubuh bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.